Rabu, 23 Agustus 2017

KESEHATAN KERJA WANITA



Tenaga kerja wanita semakin hari semakin banyak jumlahnya. Pada umumnya wanita lebih serasi dengan pekerjaan ringan yang tidak memerlukan kekuatan otot, pekerjaan repetitif berulang sebenarnya sangat monoton, pekerjaan administratif, dan lain – lain. Keserasian akan pekerjaan tertentu seperti disebutkan diatas, sama sekali tidak menutup kemungkinan bagi wanita menduduki jabatan – jabatan tinggi yang mungkin dicapai oleh pria. Tidak sedikit bahkan telah banyak wanita yang dapat mencapai kedudukan dan sukses besar dalam lapangan apa pun, baik sektor pemerintahan, maupun swasta, bahkan pada gelanggang politik sekalipun. Suatu fenomena yang sangat positif bahwa problematika jender dapat diatasi walaupun tentunya secara bertahap. Selama ini, telah berkembang lapangan pekerjaan baru yang sebelumnya tidak terjadi bagi tenaga kerja wanita. Dahulu pekerjaan wanita di perusahaan adalah resepsionis, sekretaris, admin, dan semacamnya. Hal ini menibulkan paradigma baru dalam kehidupan tenaga kerja wanita.
Perbedaan di antara tenaga kerja pria dan wanita meliputi hal – ihwal sebagai berikut:
1.   Fisik, yaitu ukuran dan kekuatan tubuh
2.   Biologis, yaitu adanya fungsi kewanitaa seperti haid : kehamilan, melahirkan, menopause pada wanita.
3.   Sosio, kultural, yaitu akibat kedudukan wanita sebagai ibu dalam rumah tangga dan tradisi dan tradisi sebagai pencerminan kebudayaan.
4.   Peran ganda wanita yaitu ibu dalam rumah tangga dan sumber daya manusia di dunia kerja.
Secara fisik, ukuran tubuh dan kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang jika dibandingkan dengan laki – laki. Kenyataan ini sebagai akibat dari pengaruh hormonal yang berbeda pada laki – laki dan perempuan. Hormon kewanitaan menyebabkan fisik wanita lebih halus, pertumbuhan kelengkapan tubuh kewanitaan dan terdapatnya jaringan lemak di tempat – tempat pada tubuh yang pria tidak punya. Perbedaan ini menjadi ceermin dari kenyataan, bahwa kedua jenis seks ini harus saling mengisi dalam mencapai kesempurnaan atau taraf yang lebih tinggi mutu kehidupan manusia. Terdapat aneka kecendrungan seperti sering dapat dengan mudah disaksikan dari peranan yang acapkali berbeda, tetapi saling mengisi dari kedua jenis seks tersebut.
Haid adalah perdarahan dari rahim setiap bulan dan merupakan satu kriterium dari wanita normal. Istilah sebulan sebenarnya bervariasi di antara 20 – 35 hari. Pekerja / buruh wanita yang dalam masa haid pertama dan kedua pada waktu haid (UU No. 13 Tahun 2003). Haid yang disertai rasa sakit hingga tidak dapat bekerja adalah peristiwa tidak normal. Wanita yang haidnya normal tidak merasakan sakit dan biasa aktif bekerja. Kenyamanan dalam bekerja pada saat haid lebih didukung pula oleh semakin majunya teknologi yang memproduksi alat pembalut wanita dengan kualitas prima. Adapun haid yang tidak normal dirasakan sakit hingga tenaga kerja wanita tidak mampu bekerja disebut dismenore. Ternyata frekuensi haid demikina hanya sekitar 5% dari seluruh haid. Penyebabnya beragam, dari kelainan organik, higiene mental disertai fisik atau olahraga umumnya sangat membantu. Di perusahaan dianjurkan adanya kamar atau ruang khusus untuk istirahat dan keperluan lainnya bagi wanita yang haid.
Ketentuan tentang cuti haid, yang termaktub dalam UU No 13 th. 2003 tegas mengatur bahwa hak cuti pada hari pertama dan kedua pada wanita haid itu atas dasar dialaminya rasa sakit sehingga tidak dapat bekerja dan pekerjaan/buruh No. 13 Th. 2003 tentang hak cuti haif bagi pekerjaan/buruh wanita berbeda dari ketentuan sebelumnya sebagaimana  termaktub dalam Undang – Undang Kerja, yaitu adanya rasa sakit sehingga tidak mampu bekerja. Dengan tidak adanya syarat tersebut, pekerja /butuh wanita yang haidnya normal acapkali memanfaatkan cuti haid dengan akibat angka tidak masuk kerja pada pekerja/buruh wanita sangat tinggi, dengan penggunaan cuti haid yang kurang tepat demikian mengganggu kelancaran proses produksi khususnya pada perusahaan yang mayoritas sumber daya manusianya adalah tenaga kerja wanita. Pada ketentuan menurut UU No. 13 Th 2003, pelaksanaan cutih haid diatur dalam perjanjian kerja bersama.
Kehamilan normal sampai saat 1,5 (satu setengah) bulan sebelum persalinan bukan suatu tenaga kerja wanita tidak dapat bekerja, selama pekerjaan cukup ringan dan dijamin tidak ada gangguan bagi kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan bayi yang dikandungnya. Pekerjaan demikian umunya pekerjaan administrasi yang dikerjakan sambil duduk. Lain halnya dengan pekerjaan yang membahayakan bagi tenaga kerja wanita hamil dan bayi dalam kandungannya yang pada umumnya meliputi :
1.    Beban pekerjaan berat terutama fisik
2.    Lingkungan fisik dengan faktor fisis yang berat menyebabkan pembebanan tambahan yang cukup besar .
3.    Lingkungan dengan faktor kimiawi yang berakibat keracunan, dalam berbagai hal tenaga kerja yang sedang hamil lebih rentan terhadap racun tertentu terutama yang memiliki efek terhadap fungsi reproduksi .
4.    Pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung faktor biologiss yang menyebabkan terjadinya infeksi
5.    Pekerjaan dengan tegangan psikis dan psikologis
Kehamilan harus terus menerus diperiksakan agar dijamin kehamilan yang normal. Waktu – waktu pemeriksaan misalnya setiap 4 (empat) minggu sampai 28 minggu kehamilan, setiap 2 (dua) minggu sampai kehamilan 32 minggu, dan seterusnya setiap minggu. UU no. 13 Th 2003 mewajibkan cuti hamil selama 3 (tiga) bulan, dimulai 1,5 (satu setengah) bulan sampai persalinan dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudahnya. Banyak pengaturan yang menyimpang dari ketentuan ini , yaitu misalnya 3 bulan diberikan sesudah persalinan . hal ini tidak dibenarkan oleh karena  cuti hamil 1,5 bulan sebelum persalinan dimaksudkan memberikan istirahat dan mempersiapkan fisik dan mental pekerja/buruh hamil berada pada kondisi yang baik saat persalinan. Waktu 1,5 bulan sesudah persalinan cukup memberikan  kesempatan bagi tenaga kerja wanita yang bersalin untuk pulih sehat seperti sediakala. Masa pemulihan kesehatan dari persalinan disebut masa nifas, yang biasanya memerlukan waktu 40 hari. Seandainya terjadi masa nifas yang tidak normal, maka dengan cuti sakit dari dokter tenaga kerja wanita yang bersangkatan dapat memperpanjang istirahatnya. Cuti hamil selama 3 (tiga) bulan merupakan perlindungan  bagi kesehatan ibu dan anak sehingga cuti wajib digunakan. Menyusui bayi sama sekali bukan alasan medis untuk tidak masuk kerja. Untuk menghilangkan kekhawatiran dan beban ibu bekerja dalam hal menyusui bayinya, telah biasa diadakan tempat penitipan bayi atau anak. Untuk keperluan tersebut susu buatan dari berbagai merk dengan harga relatif murah sampai keluar biasa mahal tersedia sebagai pengganti susu ibu. Namun begitu, susu ibu adalah terbaik bagi anak dan perkembangannya sehingga kesempatan harus senantiasa diberikan agar pekerja/buruh dapat menyusui bayinya. Kadang – kadang perusahaan memberikan kelonggaran, agar tenaga kerja wanita yang mempunyai bayi atau anak kecil dapat pulang kerumah untuk menyusui bayinya dan melihat bayinya. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila perumahan berdekatan letaknya dengan perusahaan.
Wanita sesudah mencapai usia sekitar 45 tahun mengalami menopause, yaitu berhenti haid. Saat peralihan dari haid kepada tidak haid disertai gejala gangguan hormonal, seperti marah – marah, labil emosinya, pusing, dan lain – lain. Biaya proses perubahan ini tidak berlangsung lama dan setelah itu keadaan tenaga kerja wanita kembali normal.
Selain beban pekerjaan, seseorang tenaga kerja wanita yang menjadi ibu dalam suatu rumah tangga dibebani dirumahnya yang tidak sedikit. Soal makanan keluarga, pendidikan anak, pakaian suami dan anak, keberesan di rumah dan lain – lain adalah pekerjaan ruti dan terus menerus. Wanita adalah golongan yang paling efisien dan produktif dalam arti tugas rumah tangga yang rutin itu pada umunya dapat selalu diselesaikan dari hari ke hari. Beban kerja dalam rumah tangga adalah satu dari dua peran ganda perempuan.
Faktor fisik keadaan jasmani, biologis dan sosial tenaga kerja wanita dapat berakibat absenteisme yang lebih besar dan hali ini kadang menimbulkan efek negatif bagi sementara pengusaha dalam menetapkan kebijakan mempekerjakan tenaga kerja wanita. Bagi pengusaha dimaksud sangat produktivitas. Keadaan ini dapat dikurangi dengan pembinaan tenaga kerja wanita agar menjadi karyawati yang baik, penempatan yang tepat tenaga kerja wanita pada pekerjaan yang tepat, pemilihan pekerjaan yang benar – benar sesuai untuk wanita, pelaksanaan ketentuan yang berlaku bagi perlindungan tenaga kerja wanita dan penyediaan fasilitas yang diperlukan guna mendukung semangat kerja dan disiplin tenaga kerja wanita, dan upaya lainnya. Keluarga berencana yang menjarangkan serta mengurangi jumlah kehamilan sangat membantu tenaga kerja wanita untuk lebih berdedikasi kepada pekerjaannya dan lebih produktif dalam bekerja. Keluarga berencana yang diterapkan oleh tenaga kerja wanita memberikan manfaat dalam hal berikut :
1.    Keadaan fisik dan jasmani, termasuk kecantikan, dapat dipelihara
2.    Karier kerja dapat lebih dijamin mengingat kemungkinan dedikasi kerja yang lebih baik
3.    Pembinaan keluarga dapat lebih dilaksanakan
4.    Kepandaian merencanakan kehidupan dan penghidupan kian lebih baik.
Kadang – kadang motivasi khusus kewanitaan harus dikembangkan di tempat kerja. Untuk inilah disediakan ruang hias terutama pada pekerjaan yang penampilan (appearance) menentukan keberhasilan suatu pelayanan. Dengan pengertian demikian, perkembangan salon kecantikan yang berarti tumbuh pula lapangan kerja bagi tenaga kerja wanita. Pengalaman menunjukan, bahwa lingkungan kerja tidak boleh menganggu motivasi wanita, salah stau contoh adalah pemilihan penerangan yang tidak boleh merubah warna cat bibir tenaga kerja wanita yang berada di tempat yang bersangkutan.
Ketentuan – ketentuan tentang perlindungan tenaga kerja wanita diatur oleh UU. No. 13 Tahun 2003. Tenaga kerja wanita yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 (pasal 76, ayat (1). Pengusaha dilarang mempekerjakan tenaga kerja wanita hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 (pasal 76 ayat (2)). Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja wanita antara pukul 23.00 sampai pukul 07.00 wajib :
a.    Makan dan minum yang bergizi
b.    Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja (pasal 76 ayat (3)). Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi tenaga kerja wanita yang bekerja antara pukul 23.00 – 07.00 (pasal 76 ayat 4).
Pengusaha yang mempekerjakan wanita harus memenuhi syarat :
a.    Ada persetujuan tenaga kerja yang bersangkutan
b.    Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak  3 (tiga) jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu (pasal 78 ayat 1).
Aspek kesehatan yang penting dan erat kaitannya dengan produktivitas kerja adalah sering ditemukannya anemia gizi pada tenaga kerja wanita. Prevalensi anemai pada tenaga kerja wanita perkebunan dapat mencapai lebih dari 80% populasi tenaga kerja wanita. Selain kekurangan zat besi dalam menu makanan, investasi parasif yaitu cacing merupakan faktor penyebab dari anemia dimaksud.
Terhadap kemungkinan kecelakaan kerja, pekerja wanita harus berhati – hati terutama mengenai pakaian, perhiasan dan rambut. Pada pekerja yang menghadapi risiko terjadinya kecelakaan, dianjurkan dipakai celana panjang dan baju yang pas , baju berlengan pendek dan tanpa perhiasan. Rambut sama sekali tidak boleh terurai yang memungkinkan ditarik putaran mesin atau gerakan mesin dengan akibat copotnya kulit kepala. Penggunaan tutup kepala atau ikat rambut merupakan tindakan pencegahan yang cukup efektif. Sehubungan dengan pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja lainnya tidak berbeda untuk tenaga kerja pria dan wanita. Kedua jenis kelamin wajib melaksanakan semua ketentuan yang berlaku dalam keselamatan dan kesehatan kerja, higiene industrial serta ergonomi untuk tetap selamat, sehat produktif dan sejahtera.

Selasa, 22 Agustus 2017

Contractor Safety Management System



Contractor Safety Management System atau yang  biasa disingkat dengan CSMS, merupakan salah satu persyaratan wajib dalam kualifikasi tender pada tahapan prakualifikasi, terutama pada bidang minyak dan gas.  CSMS menjadi salah satu indikator dalam menilai kontraktor untuk dapat masuk pada tahapan kualifikasi selanjutnya. CSMS juga menjadi penentu dalam keberhasilan kontraktor dalam kualifikasi tender yang diikutinya. Selain untuk memenuhi kualifikasi tender, CSMS juga diperlukan dalam penilaian akhir proyek oleh perusahaan induk tempat kontraktor bekerja. Hal ini juga mempengaruhi keberlangsungan kontrak kerja berikutnya.
Umumnya, setiap perusahaan membagi klasifikasi tingkat risiko berdasarkan berat ringan dan besar atau kecilnya bahaya potensial pada pekerjaan tersebut, seperti klasifikasi bahaya kecil, klasifikasi bahaya sedang, dan klasifikasi bahaya besar. Sistem penilaian untuk klasifikasi tingkat risiko bahaya dimulai dari pemberian lembaran form kuisioner penilaian kualitas HSE Kontraktor. Kontraktor peserta tender wajib mengisi form ini dan kemudian diserahkan kembali keperusahaan induk dengan lampiran berkas lainnya. Setelah berkas diberikan keperusahaan induk, perusahaan induk akan menilai form kusioner penilaian kualitas HSE Kontraktor. Setiap pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner wajib dilampirkan bukti otentik pendukung pertanyaan sesuai dengan jawaban yang kontraktor berikan. Berdasarkan kelengkapan dalam menjawab dan lampiran yang sesuai dengan jawaban tersebutlah diberikan nilai, nilai tersebut menjadi acuan dalam standar risiko bahaya seperti yang telah dijelaskan diatas. Contoh, standar tingkat risiko bahaya perusahaan induk yaitu nilai 40 untuk klasifikasi risiko bahaya kecil, 50 untuk klasifikasi risiko bahaya sedang dan 65 untuk klasifikasi risiko bahaya besar. Apabila kontraktor mendapat nilai 52 dengan klasifikasi bahaya sedang , berarti kontraktor tersebut tingkat manajemen HSEnya masuk pada kategori bahaya sedang, apabila akan mengikuti tender pada tingkat risiko besar yaitu 65, maka kontraktor tersebut dinyatakan tidak lulus pada kategori Contractor Safety Management System yang diikutinya, hal ini dapat mempengaruhi lulus atau tidaknya kontraktor pada tahap selanjutnya.
Pada form kuisioner penilaian kualitas HSE Kontraktor, umumnya terdiri dari 9 sesi yang membagi pertanyaan sesuai dengan kategori bidangnya masing – masing. Ada macam – macam sebutan untuk sesi ini, ada yang menyebutnya dengan sesi, elemen atau bagian yang kesemuanya adalah sama artinya. Umumnya terdapat mandatory elemens pada setiap perusahaan sebagai elemen untuk nilai tertinggi yang menjadi landasan dalam pelaksanaan HSE diperusahaan yang tercantum di form kuisioner penilaian kualitas HSE Kontraktor, seperti Komitmen HSE & Kemimpinan, Kebijakan dan sasaran strategis, penilaian risiko, tanggap darurat, dll. Hal ini berbeda tiap perusahaannya.  Terdapat beberapa pertanyaan yang wajib kontraktor jawab dengan jujur dan sesuai dengan bukti pelaksanaan. Berikut ini uraian penjelasan setiap sesi pada CSMS:
GENERAL INFORMATION
Terdiri dari nama perusahaan, alamat perusahaan, nomor telepon dan fax perusahaan, alamat email perusahaan, bidang usaha perusahaan, lama berdirinya perusahaan, serta contact perusahaan yang dapat dihubungi terkait pengisian dokumen ini.

SESI 1:Kepemimpinan & Komitmen
1.      Keterlibatan Direktur secara pribadi dalam manajamen HSE, seperti :
Ø  Dalam kebijakan HSE
Kebijakan HSE dirumuskan dan ditandatangi oleh pimpinan tertinggi perusahaan.
Ø  Penetapan sasaran strategis
Pada perencanaan implementasi HSE, perlu dibuat sasaran strategis yang berisi sasaran, tujuan dan target yang ingin dicapai pada implementasi HSE.
Ø  Pengawasan
Pengawasan sangat penting untuk mengintegrasikan fakta dilapangan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Untuk itu perlu peran serta aktif pimpinan tertinggi dalam pengawasan implementasi HSE.
Ø  Kampanye HSE dan penghargaan
Sebagai bentuk apresiasi terhadap kepatuhan dan keaktifan karyawan dalam penyelenggaran HSE diperusahaan, perlu diberikan penghargaan berdasarkan kategori yang telah dicapai oleh karyawan, hal ini merupakan pemicu agar menjadi contoh bagi karyawan lain untuk sama – sama aktif dan partisipatif dalam implementasi HSE. Contoh penghargaan yang dapat diberikan seperti Best driver dengan jumlah jauh perjalanan dan menciptakan keselamatan saat mengemudi.
Ø  Kunjungan lapangan
Pengawasan, sosialisasi dan kampanye HSE wajib menyeluruh kepada seluruh karyawan baik di kantor, maupun disemua area kerja (lapangan) sehingga perlu kunjungan berkala untuk melihat efektivitas pelaksanaan HSE di lapangan.
Ø  Evaluasi kinerja HSE
Implementasi yang dilaporkan juga perlu dievalusi langsung oleh pimpinan tertinggi sehingga mengetahui kekurangan dan pengendalian terbaik untuk menutupi kekurangan atau permasalahan HSE terutama di lapangan, karena area lapangan berkemungkinan jauh dari pantauan kantor pusat.



SESI 2: Kebijakan & Sasaran Strategis HSE
1.      Terdapat kebijakan HSE dengan kriteria berbahasa Indonesia, ditanda tangani oleh pimpinan tertinggi perusahaan.
2.      Melakukan sosialisasi kebijakan kepada karyawan, dipasangan di tempat kerja yang selalu terlihat oleh karyawan.
3.      Terdapat sasaran strategis HSE berkala

SESI 3: ORGANISASI, TANGGUNGJAWAB, SUMBER DAYA STANDAR & DOKUMENTASI

1.      Organisasi HSE
Organisasi HSE dalam bentuk Komite HSE yang di Indonesia disebut dengan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Perlu dibentuk struktur organisasi P2K3 yang terdiri dari perwakilan manajemen dan perwakilan pekerja dalam satu bagan organisasi, untuk lebih lengkap dapat mengikuti peraturan perundangan permbentukan P2K3. Sehingga yang dilampirkan pada CSMS adalah bagan organisasi sesuai peraturan perundangan.
2.      Uraian dan tanggung jawab organisasi HSE
Uraian tanggung jawab masing – masing pemanngku jabataan harus dijabarkan jelas.
3.      Bukti pelaksanaan rapat Komite HSE  berupa absensi dan notulensi
Rapat dilaksanakan satu bulan sekali. Notulen rapat wajib mencatat setiap kali diadakan rapat. Selama berjalanannya rapat notulen wajib mencatat pokok bahasan dan diskusi anggota. Hasil notulen setiap bulannya ini yang wajib dilampirkan pada CSMS.
4.      Membentuk program pelatihan dan matriks pelatihan pada semua lini dalam organisasi perusahaan sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya masing – masing.
Program pelatihan menjadi landasan dalam pelaksanaan pelatihan sesuai dengan kebutuhan masing – masing pekerjaan. Untuk melengkapi lampiran ini, perlu dibuat program pelatihan dan matriks pelatihan yang berisi judul materi secara garis besar/topil pelatihan serta rencana tanggal pelaksanaan HSE yang dihubungkan dengan masing – masing jabatan yang ada didalam perusahaan.
5.      Melampirkan bukti pelatihan HSE
Saat dilaksanakan pelatihan wajib terdapat absensi dan dokumentasi foto pelaksanaan. Sehingga dalam CSMS dengan mudah dilampirkan absensi beserta foto pelaksanaan pelatihan.
6.      Program pelatihan umum HSE untuk karyawan baru, karyawan lama, kontraktor dan visitor.

7.      Terdapat handbook HSE yang diberikan kepada karyawan
Handbook atau buku saku HSE wajib diberikan kepada karyawan sebagai panduan dasar dalam pelaksanaan HSE. Didalamnya memuat berbagai informasi tentang tatacara implementasi HSE secara garis besar saat dikantor maupun di lapangan.
8.      Terdapat bahan presentasi dan absensi induksi HSE
Induksi keselamatan kerja dilaksanakan untuk karyawan baru, karyawan yang sedang bekerja, karyawan yang dimutasi kedaerah lain, tamu, visitor maupun kontraktor dan subkontraktor. Setiap pelaksanaan induksi akan dibuat form absensi induksi yang wajib ditandatangani oleh peserta induksi HSE.
9.      Sistem kompetensi HSE
10.   Prosedur manajemen kontraktor
Perusahaan wajib memiliki manajemen kontraktor, karena tidak semua pekerjaan diruang lingkup perusahaan dapat dilaksanakan sendiri sehingga memerlukan pihak ketiga dalam urusan tertentu yang wajib diatur sesuai dengan manajemen kontraktor . Untuk lampiran,  prosedur manajemen kontraktor lengkap sebagai lampiran menandaikan perusahaan tela tersistem oleh prosedur manajemen kontraktor.
11.   Kriteria pemilihan kontraktor
Kriteria pemilihan kontrakro dibentuk dalam satu form yang menjadi lembar penilaian dan evaluasi terhadap kontraktor yang mengikuti tender.
12.   Implementasi manajemen kontraktor
Laporan evaluasi kinerja  kontraktor sesuai kontrak kerja dalam jangka waktu tertentu.
13.   Bukti daftar peraturan HSE sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku baik skala regional, nasional, dan internasional
Daftar peraturan HSE dibuat dalam bentuk tabel, yang terdiri dari kolom acuan standar peraturan yang diambil, judul peraturan, isi peraturan yang menjadi kewajiban terdiri dari pasal/ayat dan isi pasal/ayat, aspek bahaya terkait, dan status penerapannya. Tabel diataslah yang menjadi acuan dalam lampiran CSMS untuk materi peraturan HSE.

SESI  4 : MANAJEMEN RISIKO
1.    Prosedur manajemen risiko
Prosedur manajemen risiko wajib ada didalam suatu perusahaan, manajemen risiko menjadi ruh dalam tubuh SMHSE yang menggerakan SMHSE ini, tanpa adanya manajemen risiko SMHSE tidak akan berjalan dengan sempurna, diberbagai perusahaan besar menempatkan manajemen risiko sebagai mandatory elemen dengan salah satu elemen dengan nilai tertinggi dalam CSMS. Maka pada elemen ini wajib diterapkan dengan baik agar risiko dan bahaya kerja dapat teridentifikasi secara kompleks untuk menghindari kecelakaan dan PAK. Sehingga lampiran dalam CSMSpun mendapat penilaian yang baik.
2.    Prosedur Hazard Identification Risk Assessment & determining Control (HIRADC)
HIRADC menjadi tools dalam menjalankan manajemen risiko, buatlah HIRADC selengkap dan sedetail mungkin sehingga kecil kemungkinan bahaya luput dari kontrol untuk meminimalisasi risiko dan bahaya pekerjaan. HIRADC wajib dilampirkan dalam sesi 4 manajemen risiko.
3.    Job Safety Analysis( JSA).
JSA menjadi salah satu kelengkapan wajib dalam memulai suatu pekerjaan, didalam JSA dituliskan urutan pekerjaan, bahaya, dan pengendaliannya. JSA ditulis sederhana namun merangkum seluruh urutan pekerjaannya. Lampirkan JSA terbaru sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan kedepannya.
4.    Register pengendalian risiko
Register pengendalian risiko merupakan kelanjutan dai HIRADC, Setelah bahaya teridentifikasi dinilai, dilakukan action pengendalian yang tepat untuk meminimalisasi bahaya yang teridentifikasi tersebut. Di dalam register pengendalian tersebut diberikan tanggal deadline penyelesaian temuan bahaya dan penanggungjawabnya.
5.    Kebijakan  kesehatan kerja
Kebijakan kesehatan yang harus dilampirkan dalam bentuk prosedur, seperti prosedur pemeriksaan kesehatan berkala, kebijakan minuman keras dan narkotika, atau blood bone diseases.
6.    Program industrial hygiene
Selain prosedur diatas yang harus dilampirkan juga wajib dilampirkan prosedur pencahayaan, getaran, kebisingan, iklim kerja, kualitas udara dalam ruangan, temperatur ruangan.
7.    Sosialisasi bahaya kesehatan di tempat kerja
Sosialisasi bahaya kesehatan merupakan salah satu hal penting, bukti pelaksanaan sosialisasi ini adalah absensi , dan dokumentasi foto. Beberapa contoh sosialisasi adalah bahaya narkotika dan miras, bahaya merokok, sosialisasi penyakit akibat kerja. Apabila telah melaksanakan beberapa sosialisasi diatas dapat dimasukan dalam lampirkan pelaksanaan sosialisasi bahaya kesehatan di tempat kerja.
8.    Program manajemen risiko keselamatan seperti prosedur pengangkatan yang aman, bekerja di ketinggian, masuk ruang terbatas, isolasi energi, ijin kerja, journey management.
9.     Prosedur manajemen risiko logistik seperti pengangkatan yang aman, lifting, keselamatan transportasi, journey management , pre trip, chemical storage & handling.
10.  Program manajemen risiko lingkungan (manajemen lingkungan, pembuangan limbah, penanganan tumpahan, audit lingkungan).
11.  Program manajemen risiko keamanan seperti terorisme, penculikan, perampokan, dll.
Pada program keamanan, untuk aplikasi penerapannya perusahaan wajib membuat laporan bulanan rutin yang berisi inspeksi secara berkala tentang keamanan perusahaan yang bisa dilaksanakan oleh security maupun HSE Officer .
12.  Program manajamen risiko tanggungjawab sosial
Prosedur ini biasa disebut corporate social responsibillity atau yang disingkat dengan CSR merupakan program sumbangsih perusahaan terhadap masyarakat sekitar seperti untuk bidang kesehatan, pendidikan, kebudayaan, sarana dan prasarana umum, dll. Dapat dilampirkan dokumentasi penyelenggaran CSR .
13.  Prosedur APD
14.  Matriks APD
Matriks APD dibuat dalam bentuk tabel yang berisi jabatan setiap departemen serta kebutuhan APD nya .
15.  Daftar APD
Daftar APD berisi tentang daftar APD beserta standar nasional dan internasional yang digunakan dalam perusahaan .
16.  Catatan inspeksi APD
Melakukan inspeksi penggunaan APD di lapangan, lampiran dokumentasi dapat berupa foto, absensii, dll .
17.  Materi & daftar hadir pelatihan
Lampiran penyelenggaran pelatihan APD dapat dalam bentuk absensi dan print out materi.
18.  Inventori APD
Setiap perusahaan wajib   menyediakan cadangan APD dengan jumlah yang cukup jika sewaktu – waktu diperlukan . Lampirkan form inventory APD  yang biasa dipegang oleh bagian logistik atau HSE Officer
19.  Bukti distribusi APD
Tanda terima saat penyerahan APD menjadi bukti dalam pendistribusian APD, dapat dilihat waktu penyerahan dan APD apa yang diserahkan untuk kepada karyawan.

SESI 5 : PERENCANAAN & PROSEDUR
1.    Buku manual HSE
Buku manual HSE, merupakan buku panduan HSE beserta panduan kegiatan operasional yang terintegrasi dengan aturan dan prosedur HSE.

2.    Prosedur HSE
Segala bentuk aturan tahapan pelaksanaan, penjelasan dan arahan tentang masing – masing pelaksanaan HSE.
3.    Jadwal revisi prosedur kontrol dokumen
Setiap prosedur yang akan direvisi wajib dirapatkan dan didokumentasikan.
4.    Laporan evaluasi SMHSE
Setiap bulannya departemen HSE yang dimulai dari HSE Officer sederajat setiap bulannya membuat laporan dan diserahkan ke supervisor dan manager jika ada, selain itu Departemen juga wajib membuat laporan tertulis dan diserahkan kepada Direktur. Untuk mengevaluasi kinerja SMHSE dapat dilakukan audit atau inspeksi  serta membuat laporannya.
5.    Program tertulis mengenai sertifikasi, inspeksi, dan pemeliharaan.
Ø  Prosedur tentang pelatihan dan sertifikasi
Ø  Prosedur inspeksi berkala, dengan berbagai jenis inspeksinya
Ø  Prosedur maintenance sesuai bidangnya
6.    Daftar infrastruktur dan peralatan yang disertifikasi
Dalam pelaksanaan HSE jika ada yang menggunakan peralatan atau mesin seperti mesin pengukur wajib terkalibrasi dan tersertifikasi. Pengkalibrasian dilakukan secara berkala. Buatlah list daftar peralatan yang dikalibrasi serta bukti hasil kalibrasinya.
7.    Jadwal program pemeliharaan
Buatlah jadwal pemeliharaan secara berkala mesin atau peralatan kerja.
8.    Program inspeksi
Prosedur inspeksi dilampirkan, prosedur inspeksi terdiri dari berbagai macam inspeksi seperti inspeksi umum, inspeksi kendaraan, inspeksi APD, inspeksi sanitasi lingkungan dll.
9.    Prosedur manajemen perubahan
Prosedur manajemen perubahan merupakan panduan dalam pengaturan perubahan dalam sistem HSE seperti perubahan prosedur, standar, atau perubahan form.
10.  Bukti manajamen perubahan
Bukti manajemen perubahan seperti form yang berisikan isi perubahan, alasan perubahan, apa yang berubah, ijin dari atasan, ijin dari departemen terkait, tanggal perubahan, revisi keberapa. Lampirkan bukti manajemen perubahan tersebut dalam CSMS, selain itu laporan manajemen perubahan dibuat setelah dilaksanakan rapat perubahan berdasarkan form tersebut.
11.  Prosedur tanggap darurat
Tanggap darurat merupakan salah satu mandatory elemen dengan nilai tertinggi dalam CSMS. Untuk itu persiapkan tanggap darurat selengkap mungkin. Lampirkan prosedur tanggap darurat / emergency respone plan
12.  Struktur organisasi tanggap darurat
Terdiri dari  ketua , wakil, anggota P3K, anggota evakuasi, anggota kebakaran , dll. Bentuklah struktur organisasi tanggap darurat dengan mencantumkan nama , jabatan dan nomor telepon aktif yang dapat dihubungi.
13.  Jadwal, frekuensi, skenario, hasil evaluasi dan tindaklanjut
Perlu dilaksanakan simulasi tanggap darurat bertahap dengan mengambil satu tema tertentu, misalnya simulasi gempa bumi dan evakuasi keadaan darurat. Untuk itu hal yang pertama harus disiapkan adalah jadwal simulasinya, kemudian susunlah skenario simulasi tanggap darurat yang terdiri dari narasi dan percakapan antar petugas tanggap darurat maupun korban dan karyawan. Bentuklah panitia untuk melaksanakan simulasi ini agar berjalan lancar karena penyelenggaran simulasi tanggap darurat ini tidak bisa dilaksanakan sendiri. Kemudian lakukan evaluasi terhadap simulasi yang telah dilaksanakan, dokumentasikan dalam form evaluasi penyelenggaraan tanggap darurat. Untuk lampiran pada CSMS, siapkanlah jadwal simulasi, skenario, hasil evaluasi dan tindaklanjut serta dokumentasi foto atau video sebagai bukti pelaksanaan.
14.  Pelatihan bagi tim tanggap darurat
Pelatihan tanggap darurat perlu dilakukan memberikan bekal dan pemantapan materi untuk melakukan aksi tanggap darurat sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing – masing. Terutama bagi tim P3K yang harus tersertifikasi khusus baru boleh menolong korban, karena jika tidak ahli akan memperparah kondisi korban. Saat melakukan aksi tanggap darurat petugas juga wajib menggunakan APD dan mengutamakan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Lampirkan absensi pelatihan tim tanggap darurat beserta dokumentasi fotonya.
15.  Daftar peralatan darurat dan program pemeliharaannya
Peralatan darurat sebaikanya disediakan oleh perusahaan sewaktu – waktu saat terjadi keadaan darurat dapat langsung digunakan. Buatlah list daftar peralatan darurat beserta kondisinya. Cantumkan dalam lampiran CSMS.

SESI 6 : IMPLEMENTASI & PEMANTAUAN KINERJA HSE
1.    Prosedur pemantauan kinerja HSE
Prosedur pemantauan kinerja HSE adalah pengaturan pemantauan pelaksanaan HSE baik pada kegiatan harian, mingguan maupun bulanan. Hasil dari kegiatan pemantauan kinerja HSE dibuat dalam bentuk laporan performance HSE/laporan statistik HSE.

2.    Prosedur pelaporan kecelakaan
Prosedur pelaporan kecelakaan memberikan rangkaian urutan apa yang harus dilakukan saat terjadi kecelakaan, kepada siapa harus melapor dan waktu pelaporan.
3.    Laporan kinerja HSE
Laporan kinerja HSE atau bisa disebut laporan performance/statistik HSE dibuat setidaknya satu kali dalam satu bulan dan diketahui oleh supervisor HSE (jika ada) dan Manager HSE kemudian dilaporkan kepada pimpinan perusahaan.
4.    Statistik HSE
indikator utama yaitu jumlah pekerja, jumlah jam kerja dan jumlah jam kerja selamata, LTI, fatality, jumlah kecelakaan kehilangan hari kerja (LWC), Medical Treatment, jumlah kasus P3K, jumlah kejadian nyaris celaka (near miss), total recordable incident rate, indikator kinerja HSE
5.    Program penghargaan untuk kinerja HSE.
Program penghargaan bagi setiap karyawan yang berperan aktif dan partisipatif dalam pelaksanaan HSE. Penghargaan bisa berupa kenaikan jabatan, uang, sertifikat, bingkisan, dll. Cantumkan dokumentasi kegiatan berupa foto dan berikan keterangan foto secara ringkas dan jelas.
6.    Prosedur investigasi insiden HSE
Prosedur investigasi insiden mencajup metode/teknik , kualifikasi tim, tugas & tanggungjawab investigasi insiden.
7.    Bukti laporan investigasi insiden HSE
Insiden diinvestigasi sedetail mungkin dengan menggunakan form investigasi insiden, tindaklanjut dan  perbaikan dari hasil investigasi .

SESI 7 : AUDIT & TINJAUAN MANAJEMEN SMHSE
1.    Prosedur audit HSE
Prosedur audit mencakup proses, ruang lingkup, dan jadwal audit
2.    Persyaratan kompetensi auditor
3.    Bukti temuan audit
4.    Laporan audit
5.    Bukti tindak lanjut audit
6.    Prosedur tinjauan manajemen HSE
7.    Prosedur tinjauan manajemen mencakup proses, ruang lingkup, jadwal, tugas & tanggungjawab
8.    Implementasi hasil tinjauan manajemen seperti term of reference, laporan/hasil tinjauan manajemen dan komunikasinya.

SESI 8 : MANAJEMEN HSE
1.    Bukti keanggotaan badan/asosiasi HSE seperti kadin, apindo, IAKKI, IPA , dll.

SESI 9 : Informasi
Informasi spesifik yang diperlukan untuk mengevaluasi mitra kerja.


  

Paparan Asap Rokok di Tempat Kerja

  Paparan asap rokok selalu dikaitkan dengan penyakit kronis seperti kanker paru – paru, penyakit jantung koroner, dan stroke dan e...