ERGONOMI
PERATURAN
PERUNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN ERGONOMI
Peraturan
perundangan yang terkait dengan pelaksanaan norma ergonomi di tempat kerja
adalah :
1.
Undang
– Undang No. 1 tahun 1970
2.
PMP
No. 7 tahun 1964
3.
Permenakertrans
No. Per 03/Men/1982
PENGERTIAN
ERGONOMI
Ergonomi dapat
diartikan sebagai ilmu serta penerapannya yang berusaha untuk menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan
tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi – tingginya melalui pemanfaatan
manusia seoptimal – optimalnya. Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu
Ergon (kerja) dan nomos (aturan dan hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu
biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama
antara pekerjaan dan manusia secara optimum, dengan tujuan agar bermanfaat demi
efisiensi dan kesejahteraan.
Sasaran
ergonomi adalah seluruh tenaga kerja baik yang bekerja di sektor industri
modern maupun pada sektor industri tradisional dan informal, sesuai dengan tujuannya
yaitu tercapainya produktivitas dan efisiensi kerja yang cukup tinggi.
RUANG
LINGKUP ERGONOMI
Ruang lingkup
ergonomi tercakup berbagai aspek yang akan dibicarakan berikut ini antara lain
:
1.
Prinsip
ergonomi
-
Antropometri
dan sikap tubuh dalam kerja
-
Efisiensi
kerja
-
Organisasi
kerja dan desain kerja
-
Faktor
manusia dalam ergonomi
2.
Beban
Kerja
-
Mengangkat
& mengangkut
-
Kelelahan
-
Pengendalian
lingkungan kerja
PENERAPAN
ERGONOMI
Antropometri
Secara klasik
antropometri diartikan sebagai pengukuran/ukuran dari tubuh manusia dan bagian
– bagiannya, dan pada umumnyaa dikerjakan dengan menggunakan patokan titik –
titik atau bagian – bagian tertentu dan badan manusia. Antropometri yang
digunakan di dalam ergonomi adalah untuk mengatur tubuh manusia dan juga
mengukur alat, ruang kerja, dan sebagianya yang digunakan, yang bisa dikatakan
sebagai ergonomic. Gabungan kedua macam ukuran inilah yang seyogyanya
diterapkan didalam tatalaksana ergonomi.
Sikap
tubuh dalam bekerja :
Posisi atau
sikap tubuh dan cara kerja yang sesuai dengan aturan kerja adalah sikap dan
cara kerja ergonomis. Pelaksanaan kerja biasanya menggunakan alat dan sarana kerja. Agar sikap tubuh dalam
kerja sesuai dengan aturan kerja yang diperlukan norma –norma atau ketentuan –
ketentuan alat dan sarana kerja yang
sesuai dan serasi dengan karakteristik tenaga kerja yang akan menggunakannya.
Dengan
demikian diusahakan agar semua pekerjaan harus selalu dilaksanakan dalam sikap
kerja yang ergonomis. Sikap tubuh dalam kerja harus memperhatikan:
1.
Sikap
kerja duduk
Agar dapat memenuhi sikap tubuh dalam
kerja yang sesuai dengan peraturan kerja atau ergonomis diperlukan ketentuan –
ketentuan dan ukuran – ukuran baku tentang tempat duduk serta meja kerja yang
berpedoman pada ukuran – ukuran antropometri orang Indonesia.
2.
Tempat
duduk
Tempat duduk harus dibuat sedemikian
agar memberikan posisi dan sikap yang mantap, memberikan relaksi otot yang
tidak sedang digunakan untuk kerja sehingga tidak mengalami penekanan –
penekanan bagi tubuh yang mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagian –
bagian tersebut.
a.
Tinggi
tempat duduk
Diukur dari lantai sampai pada
permukaan atas bagian depan alas duduk. Tinggi alas duduk harus sedikit lebih
pendek dan panjang lekuk sampai ke telapak kaki. Ukuran yang usulkan 40 – 48
cm.
b.
Panjang
alas duduk
Diukur dan pertemuan garis proyeksi
permukaan depan sandaran duduk dengan permukaan atas alat duduk. Harus lebih
pendek dan jarak lekuk lutut sampai garis punggung. Ukuran yang diusulkan
adalah 40 cm .
c.
Lebar
tempat duduk
Diukur pada garis tengah alas duduk
melintang. harus lebih besar dari pinggul. Ukuran yang diusulkan adalah : 40 – 44 cm
d.
Sandaran
pinggang
Bagian atas sandaran pinggang tidak
melebihi tepi bawah ujung tulang belikat dan bagian abwahnya setinggi garis
pinggul.
e.
Sandaran
tangan (apabila diperlukan)
Jarak antara topi dalam kedua sandaran
tangan lebih besar dari lebar pinggul dan tidak melebihi lebar bahu. Tinggi sandaran
tangan adalah tinggi siku. Panjang sandaran lengan adalah sepanjang lengan
bawah.
Ukuran yang diperkenankan:
Jarak antara tepi dalam kedua sandaran
tangan adalah 42 – 46 cm. tinggi
sandaran tangan adalah 20 cm dari alas duduk. Panjang sandaran tangan adalah 21
cm.
f.
Sudut
alas duduk
Alas duduk harus memiliki rupa
sehingga memberikan kemudahan pada pekerja untuk melaksanakan pemilihan –
pemilihan gerakan dan posisi. Ukuran yang diusulkan : Alas duduk adalah
horizontal. Ukuran pekerjaan – pekerjaan yang tidak memerlukan sedikit
membungkuk kedepan alas duduk miring kebelakang 3 – 5 derajat.
g.
Bila
keadaan memungkinkan, penyediaan tempat duduk yang ukuran – ukurannya dapat
diatur dianjurkan.
3.
Meja
kerja
a.
Tinggi
meja kerja
Tinggi permukaan atas meja kerja
dibaut setinggi siku dan disesuaikan dengan sikap tubuh pada waktu bekerja. Untuk sikap berdiri,
ukuran – ukuran yang diusulkan :
Pada pekerjaan – pekerjaan yang lebih
membutuhkan ketelitian tinggi meja kerja adalah 10 – 20 cm lebih tinggi dari siku. Pada pekerjaan – pekerjaan yang
memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja adalah 10 – 20 cm lebih rendah
dari tinggi siku. Untuk sikap duduk ukuran yang diusulkan adalah :
Tinggi meja adalah 68 – 78 cm yang
diukut dari permukaan daun meja sampai kelantai.
b.
Tebal
daun meja
Ketentuan : tebal daun meja dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kebebasan bergerak pada kaki.
c.
Permukaan
meja
Ketentuan : rata dan tidak menyilaukan
d.
Lebar
meja
Diukur dan pekerja kearah depan
Ketentuan : tidak melebihi jarak
jangkauan tangan
Ukuran yang diusulkan adalah : 80
cm
Luas Padangan :
Ketentuan : daerah pandangan yang
jelas bila pekerja berdiri tegak dan diukur dari tinggi mata adalah : 0 – 30o
Vertikal kebawah, dan 0 50o horizontal ke kanan dan ke kiri.
Ukuran yang diusulkan adalah :
Selama bekerja pada daerah penglihatan
tersebut obyek – obyek utama diletakan pada jarak lihat yang optimal untuk
ketajaman penglihatan. Tinggi huruf adalah 1/200 dari jarak baca dalam
milimeter.
Peningkatan Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam menciptakan suatu gerakan tubuh yang baik dan maksimal agar dapat dicapai
suatu hasil kerja optimal, dan dapat dicapai dengan :
-
Pemakaian
energi, harus diorganisasikan dalam gerakan – gerakannya agar otot dapat
dimanfaatkan denga tenaga yang sebesar mungkin, dan bekerja dengan efisiensi
setinggi – tingginya dan dengan keterampilan yang optimal.
-
Menghindarkan
kerja otot statis, karena sangat melelahkan atau paling sedikit dapat
ditekan menjadi sekecil mungkin, secara
fisiologis terbukti bahwa kerja otot statis kurang efisien daripada kerja otot
dinamis. Pada kerja otot statis, konsumsi
energi lebih banyak untuk upaya upaya yang lebih kecil.
Pengorganisasian kerja yang baik dengan berpedoman pada
hal – hal berikut :
-
Semua
sikap kerja membungkuk dan sikap tubuh yang tidak alamiah harus dihindarkan.
-
Posisi
lengan yang ekstensi terus menerus baik ke depan maupun kesamping harus
dihindarkan.
-
Diusahakan
bekerja dengan duduk atau bergantian dengan berdiri.
-
Kedua
lengan harus bergerak bersama – sama sesuai dengan pedoman dan anjuran yang
berlaku.
-
Kerja
mengangkat dan mengangkut dilakukan dengan ketentuan – ketentuan yang benar.
-
Ukuran
antropometri tenaga kerja harus disesuaikan dengan alat dan peralatan yang akan
dipergunakan.
-
Keterampilan
sangat penting dalam melaksanakan pekerjaan secara efisien, dan dapat diperoleh
dengan cara latihan yang dilakukan terus menerus.
-
Man
– Machine System (sistem Manusia mesin) yaitu penyesuaian antara manusia
sebagai tenaga kerja dengan mesin atau peralatan kerja yang dipakai.
-
Konsumsi
kalori harus disesuaikan dengan jenis pekerjaanya.
-
Menghindarkan
kelelahan
Pengorganisasian kerja dan design
tempat kerja :
1. Pengorganisasian
kerja
Masalah – masalah akan timbul baik
bagi tenaga kerja maupun bagi organisasinya, apabila pengetahuan dan kemampuan
tidak sesuai dengan pekerjaan atau pengaturan kerja kurang baik.
Pengaturan kerja, setiap hari, setiap
minggu, setiap tahun dalam kehidupan tenaga kerja mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan tenaga kerja sendiri.
Sehingga hal – hal berikut ini harus mendapat perhatian:
-
Pengetahuan
tentang pekerjaan: harus sudah diberikan dan dikuasai tenaga kerja sebelum
melakukan pekerjaan.
-
Pekerjaan
yang baik, harus dihindarkan pekerjaan – pekerjaan dengan stres, kelelahan atau
tekanan yang berlebih, dengan cara : memakai peralatan yang benar, memberikan
waktu yang cukup untuk peralatan yang benar, memberikan waktu yang cukup untuk
mengerjakan pekerjaannya dengan baik.
-
Pengaturan
organisasi kerja: bila dilakukan untuk pekerjaan perseorangan ataupun kelompok.
-
Jam
kerja : sangat mempengaruhi kehidupan tenaga kerja sehari – hari, sehingga
sangat penting untuk mempunyai kebebasan beristirahat dan berpergian bagi
tenaga kerja.
Desain Tempat Kerja
Aturan dasar dalam menentukan desain tempat kerja
meliputi:
-
Semua
komponen, peralata, alat kontrol dan sejenisnya harus bisa dipergunakan oleh
operator yang paling kecil, barang/peralatan yang sering digunakan harus mudah
dijangkau, dengan tidak memerlukan gerakan memutar atau membungkuk. Sehingga
tempat kerja yang agak miring atau tegak lurus mungkin diperlukan.
-
Tinggi
komponen, peralatan, kontrol, pedal dan lain – lain harus dibuat untuk
menghindari penekanan pada bagian pergelangan tangan, leher, perut, kaki.
-
Tata
letak kerja yang harus memberikan ruang gerak untuk tangan kiri operator,
tetapi untuk ketelitian pekerjaan harus dilakukan oleh tangan yang dominan.
-
Kontrol
harus didesain, yang memungkinkan operator yang paling kecil mampu
mengoperasikan, juga harus diperhitungkan kemampuan tenaga dari operator yang
paling lemah.
-
Pekerjaan
yang dilakukan secara manual diusahakan dekat dengan titik pusat tubuh.
-
Tata
letak kerja harus dibuat sedemikian rupa dengan memperhatikan kegiatan operator
untuk duduk dan berdiri secara bergantian.
-
Faktor
penting yang termasuk dalam desain tempat kerja adalah dengan melibatkan
operator untuk menyusun desian kerja yang baru.
Faktor Manusia dalam Ergonomi
Dalam penerapan ergonomi, faktor manusia merupakan faktor
yang sangat menentukan, sebab tanpa adanya kemauan dan keinginan manusia
sendiri untuk menerapkan cara – cara kerja yang ergonomi, maka tujuan ergonomi
tersebut tidak akan tercapai.
1.
Faktor
Manusa sebagai sumber daya
Secara fisiologis telah ditentukan
bahwa pembebanan manusia tidak boleh melebihi 30 % dan pada tenaga maksimal untuk
bekerja selama 8 jam sehari. Beban yang terlalu berat dapat mengganggu
kesehatan tenaga kerja, sehingga perlu pengaturan jam kerja dan waktu istirahat
yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja yang dihadapi.
2.
Manusia
sebagai pengolah informasi/operator mesin
Dengan adanya mesin – mesin yang dapat
menggantikan tenaga manusia dengan kebik baik dan lebih efisien yang banyak
dipergunakan sekarang ini, maka fungsi manusia akan berubah menjadi operator
mesin, yang tentunya akan memberikan pengaruh terhadap manusia sendiri, yang
harus diperhatikan yaitu :
-
Perlu
keterampilan tenaga kerja yang lebih baik
-
Mudahnya
timbul kebosanan pada operator
-
Banyaknya
faktor yang mempengaruhi hubungan manusia dengan mesin tersebut
3.
Manusia
sebagai bagian dan suatu sistem
Dalam melaksanakan pekerjaan maka
manusia sebagai tenaga kerja tidak akan lepas atau akan sangat dipengaruhi oleh
sistem lingkungan, baik lingkungan umum maupun lingkungan kerjanya sendiri, dan
sebaliknya langsung tidak langsung manusia akan menyebabkan perubahan –
perubahan pada lingkungan.
Lingkungan yang baik dan nyaman serta
terkendali akan memberikan pengaruh yang baik bagi prestasi dan semangat kerja
karena adanya perasaan nyaman, aman dan terhindar dari rasa takut dan was – was
sehingga produktivitas kerja meningkat.
4.
Manusia
sebagai suatu sistem
Untuk dapat memahami dan mengetahui
apa dan bagaimana sebenarnya ergonomi, maka harus diketahui bahwa tubuh manusia
adalah merupakan satu sistem yang utuh, yang terdiri dari berbagai subsistem
yang secara sendiri – sendiri ataupun secara bersama – sama (terkoordinasi)
akan memberikan kekhususan tertentu terhadap tenaga kerja yaitu :
-
Sistem
kerangka manusia
-
Sistem
otot
-
Sistem
syaraf
-
Sistem
pengindera penglihatan
-
Sistem
pengindera pendengaran
-
Sistem
pengindera penciuman
-
Sistem
pengindera suhu
-
Sistem
pengindera rasa
5.
Sistem
manusia mesin
Yang harus diperhatikan dalam hubungan
ini antara lain adalah :
-
Faktor
manusia
-
Faktor
informasi
-
Faktor
jenis alat pengendali
Pembebanan Kerja Fisik
Kerja fisik atau sering juga disebut kerja otot adalah
yang menyebabkan gerakan otot – otot, terhadap tubuh banyak otot lebih kurang
45% dari berat tubuh. Gerakan otot terjadi bila otot bekerja dengan cara
mengerut (kontraksi), dimana otot menjadi lebih panjang. Untuk berkontraksi
dibutuhkan tenaga yang dapat diperoleh dan hasil proses kimiawi cadangan tenaga
dalam otot yang adalah berasal dan zat – zat yang dibawa oleh darah keotot .
dikenal dua macam kerja otot yaitu :
1.
Kerja
otot statis yaitu kerja otot yang menetap untuk periode waktu tertentu, dimana
pembuluh darah akan tertekan dan peredaran darah berkurang, sehingga sangat
melelahkan.
2.
Kerja
otot dinamis, yaitu kerja otot yang rytmis dan berirama, dimana pengerutan dan pengendoran
terjadi silih berganti, bekerja sebagai pompa
peredaran dalam berjalan sesuai dengan tingkat kontraksi otot.
Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah tidak melebih 30%
- 40% dan kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam waktu 8 jam sehari. Pembenanan
yang lebih besar hanya dapat diperkenankan untuk waktu lebih singkat dan
ditambah dengan waktu istirahat yang sesuai dengan pertambahan beban kerja yang
diterima oleh tenaga kerja.
Dalam hal ini, beban fisik mengangkat dan mengangkut maka
beban berat yang diperkenankan untuk tenaga kerja Indonesia adalah 40 kg dan
apabila dilakukan lebih dari 1 kali, harus disesuaikan lagi. Kemampuan kerja
fisik maksimum sulit ditentukan sehingga sering dipakai parameter denyut nadi,
dimana diusahakan agar tidak melebihi 30 – 40 denyut per menit diatas nadi
sebelum kerja. Cara mengangkut dan mengangkat yang benar harus memenuhi dua
aturan kerja yaitu :
-
Beban
kerja diusahakan menekan pada otot tungkai secara kuat dan sedapat mungkin otot
tulang belakang yang lebih lemah disebabkan dan pembebanan.
-
Kekuatan
gerakan badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Mengangkat & Mengangkut
Pada pekerjaan dan mengangkut, efisiensi kerja dan
pencegahan terhadap kerusakan tulang belakang harus mendapat perhatian yang
cukup. Mengangkat dan mengangkut beban tulang belakang bertambah dari atas
kebawah dan tersebar pada ruas – ruas tulang pinggang. Diantara ruas – ruas tulang
belakang terdapat lempengan antara ruas tulang yang tersusun sebagian dan bahan
– bahan cair kental, fungsi lempeng adalah seperti hantal dan juga memberikan
sifat lentur pada tulang belakang. Faktor – faktor yang mempengaruhi kegiatan
mengangkat dan mengangkut adalah :
-
Beban
yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan kondisi lingkungan
kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun dan lain – lain.
-
Keterampilan
bekerja.
-
Peralatan
kerja beserta keamanan.
Cara
mengangkat dan mengangkut yang baik harus memenuhi dua prinsip kinetis yaitu :
-
Beban
diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot tulang
belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.
-
Momentum
gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Kelelahan
Banyak definisi tentang kelemahan, tetapi secara garis
besarnya dapat dikatakan bahwa kelelahan ini merupakan suatu pola yang timbul
pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu, yang telah
tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Pada dasarnya pola ini
ditimbulkan oleh dua hal, yaitu : akibat kelelahan fisiologis (fisik atau
kimiawi) dan akibat kelelahan psikologis (mental dan fungsional) dan bisa
bersifat subjektif (akibat perubahan – perubahan dalam perasaan dan kesadaran.
Kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena
adanya perubahan fisiologis dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia
dapat dianggap sebagai mesin yang mengkonsumir bahan bakar dan memberikan
output berupa tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari – hari.
Kelelahan pada tenaga kerja akan mengakibatkan antara
lain : menurunnya perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan
sukar berfikir, penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja dan berkurangnya
efisiensi kegiatan fisik dan mental dan lain – lain, yang sering menyebabkan
timbulnya kecelakaan kerja sebagai akibat kurangnya kewaspadaan.
Pengendalian lingkungan kerja
Tempat kerja (workplace) adalah merupakan suatu tempat
dimana tenaga kerja akan menghabiskan sebagian besar waktunya sehari – hari. Sehingga
kemungkinan atau risiko bahaya yang terdapat di tempat kerja akan mengancam dan
menyerang tenaga kerja untuk waktu yang lama, serta dapat membawa bahaya
tersebut kerumah bila faktor kebersihan kurang mendapat perhatian/pemeliharaan.
Oleh karena itu pengendalian lingkungan kerja untuk
menciptakan suatu lingkungan yang nyaman, aman, sehat, selamat dan serasi merupakan
hal yang mutlak harus mendapat perhatian dalam upaya menciptakan suasana kerja
yang ergonomis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar