Diperkirakan
lebih dari 13 juta pekerja di Amerika Serikat Berpotensi terkena paparan bahan
kimia yang bisa diserap melalui kulit. Paparan zat berbahaya terhadap kulit
dapat menyebabkan berbagai penyakit dan gangguan kerja, termasuk penyakit kulit
akibat kerja dan toksisitas sistemik. Upaya mengendalikan eskposur bahan kimia
di tempat kerja terhadap agen berbahaya hanya berfokus pada pencegahan inhalasi
daripada eksposur kulit.
OSD (Occupational
Skins Diseases) adalah tipe penyakit bawaan yang paling umum yang menyerang
kulit seperti :
1.
Dermatitis
kontak iritan
2.
Dermatitis
kontak alergi
3.
Kanker
kulit
4.
Infeksi
kulit
5.
Cidera
kulit
6.
Penyakit
kulit lain – lain
Pekerja berisiko
Pekerja berisiko pada paparan bahaya kimia ke kulit
seperti :
1.
Pelayanan
makanan
2.
Tata
rias
3.
Perawatan
kesehatan
4.
Pertanian
5.
Lukisan
6.
Pekerja
pembersihan
7.
Mekanika
8.
Percetakan/litografi
9.
Konstruksi
Anatomi
& Fungsi Kulit
Kulit adalah
organ tubuh terbesar, terhitung lebih besar 10% massa tubuh. Kulit memiliki
sejumlah fungsi seperti :
1.
Perlindungan
2.
Pelestarian
air dalam tubuh
3.
Penyerapan
4.
Sensasi
sentuhan
5.
Reservasi
kalori
6.
Sintesis
vitamin D
7.
Kontrol
suhu
8.
Pelumas
dan waterproofing
Skin Hazard
Penyebab OSD
meliputi agen kimia, trauma mekanis, agen fisik, dan agen biologis.
1.
Agen
kimia merupakan penyebab utama penyakit kulit dan gangguan kerja. Agen ini
dibagi menjadi dua jenis seperti iritasi primer dan sensitizer. Iritasi primer
atau langsung beraksi langsung pada kulit. Sensitisasi mungkin tidak menyebabkan
reaksi langsung pada kulit. Cara kontak bahan kimia dengan pekerja langsung
melalui kulit seperti :
a.
Kontak
langsung dengan permukaan yang terkontaminasi
b.
Pengendapan
aerosol
c.
Perendaman
d.
Percikan
2.
Agen
fisik seperti suhu ekstrim (panas atau dingin) dan radiasi (radiasi
UV/matahari)
3.
Trauma
mekanis, meliputi gesekan, tekanan, lecet, laserasi dan memar (goresan, luka
dan memar)
4.
Trauma
biologis meliputi parasit, mikroorganisme, tumbuhan dan bahan yang mengandung
unsur hewani lainnya.
Absorpsi Dermal
Absorpsi dermal adalah pengangkutan zat kimia dari
permukaan kulit luar ke dalam tubuh. Studi menunjukan bahwa absorpsi bahan
kimia melalui kulit memiliki pengaruh signifikan. Banyak pestisda digunakan di
tempat kerja seperti pestisida, pelarut organik. Bahan kimia ini masuk ke
aliran darah dan menyebabkan masalah kesehatan.
Tingkat absorpsi dermal sangat bergantung pada lapisan
luar kulit yang disebut stratum korneum (SC) . SC berfungsi sebagai penghalang
penting dengan menjaga molekul masuk dan keluar dari kulit, sehingga melindungi
lapisan bawah kulit. Tingkat absorpsi tergantung pada faktor – faktor berikut :
1.
Integritas
kulit (rusak & utuh)
2.
Lokasi
paparan (shu, kadar air stratum korneum, suhu kulit)
3.
Sifat
fisik dan bahan kimia pada permukaan kulit
4.
Jangka
waktu pemaparan
5.
Luas
permukaan kulit yang terkena zat berbahaya
Penelitian telah mengungkapkan bahwa absorpsi kulit
terjadi melalui difusi, proses yang menyebar di daerah konsentrasi tinggi
hingga daerah dengan konsentrasi rendah. Tiga mekanisme absoprsi oleh bahan
kimia :
1.
Jalur
lipida interselular
2.
Transrellular
permeation
3.
Melalui
pelengkap
Gambar 1 : Jalur
lipida interselular
Seperti ditunjukan
pada gambar 1, SC terdiri dari corneocytes. Ruang antara corneocytes diisi
dengan zat seperti lemak, minyak, atau waz yang dikenal sebagai lipid. Beberapa
bahan kimia dapat menembus ruang interselular yang terisi lipid ini melalui
difusi.
Gambar 2 :
Transrellular permeation
Seperti ditunjukan
pada gambar 2, jalur lain untuk kimia
transellular atau sel ke sel adalah permeasi molekul yang menyebar secara langsung melalui kornea mata.
Gambar 3 :
melalui pelengkap (folikel rambut)
Seperti ditunjukan
pada gambar 3, jalur ketigas untuk difusi bahan kimia dan kulit adalah
pelengkap kulit (yaitu folikel rambut). Jalur ini biasanya tidak signifkan
karena luas permukaan pelengkap sangat kecil dibandingkan dengan luas kulit
total. Namun, bahan kimia pelembab yang sangat lambat dapat menggunakan jalur
sebagai tahap awal absorpsi.
Kontak Dermatitis
Kontak
dermatitis juga disebut eksim adalah sebagai peradangan pada kulit akibat
terpapar zat berbahaya. Eksim adalah bentuk OSD yang paling umum, dan merupakan
beban yang luar biasa bagi pekerja di negara maju. Data epidemiologi menunjukan
bahwa dermatitis terjadi sekitar 90 – 95% dari semua kasus OSD di Amerika
Serikat. Gejala umum dermatitis meliputi :
1. Gatal
2. Kemerahan
3. Pembengkakan
4. Pembentukan lecet kecil (gatal,
lingkaran merah dengan sentral putih pada kulit)
5. Kering, mengelupas, bersisik dan
menimbulka efek retak
Dermatitis
kontak kerja sering dibagi menjadi dua kategori :
1.
Iritan
Contact Dermatitis (ICD) adalah reaksi non – imunologis yang bermanifetasi
sebagai peradangan pada kulit yang disebabkan oleh kerusakan langsung pada
kulit setelah terpapar zat berbahaya. Reaksi ini biasanya dilokalisasi ke
tempat kontak. Data yang ada menunjukan bahwa ICD mewakili sekitar 80% dari
semua kasus kontak dermatitis kerja. ICD dapat disebabkan oleh respon fototoksik
(misalnya tar) eksposur akut terhadap zat yang sangat mengiritasi (misalnya
asam, basa, zat pengoksidasi/periduksi) atau eksposur kumulatif kronis terhadap
iritan ringan (misalnya air, detergen, bahan pembersih lemak).
2.
Alergen
Contact Dermatitis (ACD) adalah radang kulit yang disebabkan oleh reaksi
imunologis yang dipicu oleh kontak kulit dengan alergen kulit. ACD dapat
terjadi apabila pekerja peka terhadap alergen. Paparan kulit pada agen alergen
dapat menimbulkan reaksi imunologis yang mengakibatkan radang pada kulit. Reaksi
tidak terbatas pada tempat kontak dapat juga menyebabkan respons sistemik. ACD
dapat disebabkan oleh senyawa industri seperti logam, resin epoksi, akrilik, aditif
karet, zat antara kimia, bahan kimia pertanian seperti pestisida dan pupuk,
bahan kimia komersial.
Karena gejala
dan presentasi ICD dan ACD sangat mirip, sangat sulit untuk membedakan antara
dua bentuk dermatitis kontak tapi melakukan uji klinis . Tingkat keparahan
dermatitis kontak sangat bervariasi dan bergantung pada banyak faktor termasuk
:
1.
Karakteristik
zat berbahaya (iritan dan alergen)
2.
Konsentrasi
zat berbahaya (iritan dan alergen)
3.
Durasi
dan frekuensi terpapar zat berbahaya
4.
Faktor
lingkungan (misalnya suhu dan kelembaban)
5.
Kondisi
kulit (kulit sehat vs rusak, kering vs
basah)